Jumat, 01 Februari 2013

PENGOLAHAN SAMPAH


Definisi
Pada sub-bab ini saya akan menjelaskan secara garis besar tentang proses yang terjadi pada kelima teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk pengolahan sampah tingkat akhir.Insenerasi
Insenerasi merupakan proses pembakaran langsung kandungan karbon dalam sampah untuk dimanfaatkan menjadi energi. Insenerasi adalah cara paling sederhana untuk memanfaatkan energi yang terkandung dalam sampah. Insenerasi juga dapat mengurangi massa sampah hingga 80% dan volume sampah hingga 95% sehingga dapat mengatasi masalah kekurangan tempat landfill. Reaksi yang terjadi pada pembakaran sampah melalui insenerasi secara umum dapat dijabarkan sebagai :
CnHmNoSpOq(s) + rO2(g)
nCOz2(g) + (m/2)H2O(g) + oNOx(g) + pSOy(g)
Dapat dilihat bahwa sampah yang dapat diproses dengan insenerasi harus merupakan sampah dengan kandungan organik yang tidak diproses terlebih lanjut (misalnya menjadi plastik). Reaksi tersebut juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan pembentukan gas NOx maupun SOx yang pada dasarnya adalah gas asam yang dapat mencemari lingkungan. Penanganan insenerasi dengan teknologi lebih lanjut disertai dengan perlakuan terhadap flue gas (gas buang). Penanganan flue gas tersebut dapat berupa filter atau absorber.
 Selain itu, bila teknologi insenerasi tidak baik, dapat terbentuk gas karbon monoksida akibat pembakaran yang tidak sempurna.

Teknologi insenerasi telah berkembang seiring perjalanan waktu. Teknologi yang telah ada dan dimanfaatkan hingga saat ini antara lain :
1. Burn pile : pembakaran sampah yang ditumpuk di dalam lubang di tanah. Cara tradisional yang sering ditemui di masyarakat awam. Cara ini berbahaya dan tidak dapat dimanfaatkan sebagai penyedia energi.
2. Burn barrel : pada dasarnya sama dengan burn pile, hanya saja teknologi ini memanfaatkan steel barrel untuk mengontrol pembakaran agar tidak terkena angin.
3. Moving grate : teknologi paling umum untuk menangani sampah rumah tangga (municipal waste). Berupa grate yang bergerak sehingga sampah dapat masuk perlahan ke dalam kamar pembakaran (combustion chamber) sehingga pembakaran yang terjadi dapat dikontrol agar terbentuk pembakaran yang sempurna. Single moving grate bouler dapat menangani hingga 35 metrik ton sampah per jam dan dapat dioperasikan pada 8.000 jam per tahun.
4. Rotary-klin : sering dimanfaatkan oleh industri besar. Berupa insenerator dengan dua combustion chamber. Pada primary chamber, sampah padat diputar sambil dibakar membentuk gas yang pada akhirnya akan disempurnakan pembakarannya dalam fasa gas di secondary chamber. Teknologi ini dapat memastikan pembakaran sempurna sampah.
5. Fluidized bed : sampah dijadikan butiran kecil sebelum dibakar dalam sebuah reaktor dengan tiupan angin dari bagian bawah. Sampah dibakar dalam keadaan terfluidisasi sehingga pembakaran sempurna lebih terjamin. Fluidisasi adalah keadaan suatu fasa padat yang karena pergerakannya memiliki sifat seperti fluida. Pada umumnya fluidisasi yang diutilisasi untuk pembakaran menggunakan udara tiup sebagai fluida pem-fluidisasi.
Nilai energi yang didapatkan dari proses insenerasi bergantung pada jenis sampah yang dibakar. Nilai energi tersebut tersaji pada tabel berikut
Material
BTU/pound
plastik
11.000-20.000
karet
10.900
koran
8.000
kertas karton
7.000
sampah halaman
3.000
sampah makanan
2.600
rata-rata
4.500-4.800
Sumber : Waste-to-energy incineration, Tennessee Solud Waste Education Project
Gasifikasi
Gasifikasi adalah proses mengubah material organik atau fosil menjadi karbon monoksida, hidrogen, dan karbon dioksida. Proses gasifikasi pada umumnya dilakukan pada temperatur di atas 700 oC. Proses gasifikasi membutuhkan fumigator sebagai reagen pembakar “bahan bakar” (sampah). Fumigator dapat berupa udara bebas, oksigen, karbon dioksida, atau kukus (steam). Jenis fumigator dipilih untuk mencapai keadaan yang diinginkan. Proses gasifikasi secara keseluruhan dapat dibagi menjadi empat proses besar :

1. Dehidrasi : dapat disebut juga pengeringan, yaitu proses menguapnya kandungan air (moisture) dalam padatan. Terjadi pada temperatur sekitar 100oC (titik didih air). Air akan terlepas sebagai kukus.
2. Pirolisis : berupa degradasi termal bahan padat organik menjadi zat mudah menguap (volatile matter). Terjadi pada temperatur 200-300 oC.
3. Pembakaran : seperti pada insenerasi, karbon dan hidrogen dibakar membentuk karbon dioksida dan air serta sedikit karbon monoksida.
4. Gasifikasi : reaksi pembentukan gas sintetik dari karbon yang tersisa maupun dari karbon dioksida (melalui oksidasi atau reduksi)

Reaksi umum gasifikasi adalah :
CnHo(s) + xO2(g)
(n-y)CO(g) + yCO2(g) + (o/2)H2O(g)
Gas karbon monoksida dan gas hidrogen dapat dimanfaatkan untuk membentuk bahan bakar seperti bensin dan solar dengan teknologi tertentu, sehingga campuran kedua gas tersebut sering disebut gas sintetik atau synthetic gas atau lebih dikenal sebagai syngas.
Teknologi yang telah dimanfaatkan untuk proses gasifikasi antara lain :
1. Counter-current fixed bed (up draft) : material padat (sampah) ditempatkan sebagai jejalan (bed). Fumigator dialirkan dari bawah, berlawanan arah dengan aliran “bahan bakar” dari atas. Syngas yang terbentuk akan mengalir ke atas sedangkan abu sisa pembakaran dapat ditampung di bawah.
2. Co-current fixed bed (down draft) : pada dasarnya, co-current memiliki prinsip yang sama dengan counter-current, hanya saja aliran fumigator dialirkan dari atas, sejalan dengan arah “bahan bakar”. Syngas yang terbentuk akan dialirkan ke bawah.
kiri : co-current, tengah : counter-current, kanan : cross-flow
sumber :
http://www.bios-bioenergy.at
3. Fluidized bed : seperti pada penjelasan tentang fluidized bed pada insenerator, proses gasifikasi dengan teknologi ini juga menggunakan padatan yang terfluidisasi.
4. Entrained flow : mirip seperti fluidized bed, tetapi partikel padatan sampah memiliki bentuk dan massa yang lebih kecil sehingga dapat terbawa udara dari bawah hingga terpental keluar dari reaktor untuk kemudian disirkulasikan kembali ke dalam sistem. Keuntungan sistem ini adalah abu sisa pembakaran dapat diminimalisasi karena ketika partikel padatan akan disirkulasi kembali, partikel tersebut bersama abu mengalami perlakuan untuk memisahkan keduanya di dalam cyclone.
5. Plasma : teknologi ini menggunakan arus tegangan tinggi untuk membuat api plasma. Penggunaan api plasma dapat meningkatkan yield gasifikasi hingga lebih dari 90% konversi. (Messerle and Ustimenko, 2007)
Hasil dari gasifikasi bergantung dari jenis fumigator yang digunakan. Tabel mengenai hasil tersebut tersaji di bawah.
Komponen Vol-%, kering
Fumigator
Udara
Enriched air(80% O2)
Steam
CO2
10-20
40-50
25-47
H2
9-20
9-17
35-50
CH4
1-8
< 1
14-25
CO¬2
10-20
19-25
9-15
N¬2
40-55
15-30
2-3
Nilai kalori bersih (MJ/Nm3, kering)
4-6,5
7-9
12-17
Pirolisis adalah proses dekomposisi termal material organik tanpa kehadiran oksigen. Pirolisis sejatinya adalah salah satu sub-proses dari gasifikasi secara keseluruhan. Sama seperti gasifikasi, pirolisis tidak menghasilkan energi secara langsung, tetapi menghasilkan gas maupun padatan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Gas tersebut adalah H2 atau CH4 sedang padatannya adalah arang dengan kandungan fixed carbon yang cukup tinggi sehingga lebih baik untuk digunakan sebagai bahan bakar. Pada umumnya, proses pirolisis menggunakan pasir sebagai “teman” bahan bakar (sampah) yang dibakar. Sampah yang akan dipirolisis pada umumnya dikeringkan dan dibuat butiran terlebih dahulu agar proses pirolisis berjalan dengan baik.

Teknologi yang digunakan untuk melakukan pirolisis hingga saat ini antara lain :
1. Fixed bed : sama seperti fixed bed pada gasifikasi. Kapasitas dapat mencappai 10 ton per hari.
2. Augers : menggunakan screw untuk memindahkan pasir panas dan sampah sambil mengaduknya.
3. Ablative : partikel sampah ditumbukkan secara cepat ke logam panas.
4. Rotating cone : partikel sampah dan pasir diputar dalam kerucut metal dan dibakar. Kapasitas dapat mencapai 5 ton per hari.
5. Fluidized bed : sama seperti fluidized bed pada gasifikasi.
Pirolisis terbagi menjadi 3 jenis berdasarkan kecepatan prosesnya. Ketiga jenis tersebut menghasilkan produk yang cukup berbeda.

Secara umum, nilai kalor gas hasil pirolisis berkisar antara 22 hingga 30 MJ/m3 (www.wtert.eu)
KomposèPengomposan (composting) adalah proses dekomposisi material organik oleh mikroorganisme menjadi humus, materi kesuburan tanah, yang dapat digunakan sebagai pupuk. Proses pengomposan dapat dilakukan pada sampah rumah tangga yang terbatas pada bahan makanan atau sisa makhluk hidup, misalnya daun yang gugur. Pengomposan dapat dilakukan secara sederhana dengan metode “Takakura”, yaitu dengan mencampurkan sisa makanan atau sampah makhluk hidup ke dalam keranjang yang telah diberi ragi, tanah, dan jerami. Proses pengomposan yang lebih besar dapat menggunakan bioreaktor.
Kompos hasil pengolahan sampah tidak dapat digunakan sebagai sumber energi langsung, tetapi dapat dijadikan pupuk. Pupuk kompos pada umumnya lebih baik daripada pupuk buatan karena bahan dasarnya adalah material organik dari makhluk hidup sehingga kandungan asam amino atau zat hidup lainnya lebih alami. Keuntungan penggunaan kompos sebagai wujud pengolahan sampah adalah kemudahannya sehingga bahkan sebuah keluarga saja dapat membuatnya sendiri. Pengomposan adalah salah satu cara yang dapat digunakan dalam sistem pengolahan sampah “in-situ” atau pada sumbernya, yaitu di rumah masing-masing.
LandfillèSejatinya, landfill hanyalah menumpuk dan menimbun sampah yang tidak bisa diolah kembali pada suatu lahan yang kemudian ditutup dengan tanah kembali. Tentu saja, sampah yang akan diolah dengan cara landfill sebelumnya telah diberi perlakukan agar volume sampah tersebut terkompresi. Metode ini sangat mudah, tidak membutuhkan reaktor, cukup lahan luas dan tanah yang cukup untuk menutupi seluruh sampah. Landfill yang terkelola dengan baik dapat menjadi tempat yang tidak berbahaya dan bahkan asri, tidak terlihat bahwa sebelumnya tempat tersebut adalah timbunan sampah. Namun, landfill tetap menyimpan bahaya berupa ketidakstabilan struktur tanah dari sampah yang tertimbun. Landfill yang sudah tertata dengan baik dapat longsor dan menumpahkan seluruh isi sampahnya dan membahayakan masyarakat. Nilai tambah dari landfill dapat dikatakan tidak ada. Keuntungan penggunaan landfill adalah semua jenis sampah dapat diolah dengan cara ini.
landfill Pulau Semakau, Singapura
Perbandingan
Dalam sesi ini, saya akan membandingkan beberapa aspek kelima teknologi pengolahan sampah yang telah saya bahas sebelumnya. Saya akan menyajikannya dalam bentuk tabel sehingga diharapkan dapat lebih mudah dipahami. Dalam tabel saya akan menggunakan istilah sampah organik. Pembatasan sampah organik dalam tabel ini melingkupi sampah yang terbentuk dari sisa makhluk hidup seperti bekas makanan, sampah daun, atau sisa makhluk hidup lain.
lahan tidak membutuhkan teknologi atau alat seperti reaktor, semua jenis sampah dapat ditimbun, bila terkelola dengan baik, bisa menjadi lahan baik
ASPEK
INSENERASI
GASIFIKASI
PIROLISIS
KOMPOS
LANDFILL
JENIS SAMPAH
p o k
p o
o
o
o k l g
PRODUK RATA-RATA
energi 10,5 MJ/kg
energi 12 MJ/Nm3
energi 22 MJ/m3
pupuk
KAPASITAS
250 ton/day-1355 ton/day
200 ton/day-500 ton/day
200 ton/day
Skala kecil
Sangat besar
KELEBIHAN
panas langsung dimanfaatkan, sampah tidak perlu penanganan awal
lebih bersih dan aman bagi lingkungan, syngas dapat dibuat untuk berbagai macam produk, energi pembakaran bisa untuk energi gasifikasi
mendapatkan dua produk untuk energi : gas dan arang sehingga nilai energi keseluruhan besar, produk gas dapat langsung dimanfaatkan untuk bahan bakar
mudah diterapkan pada skala kecil, murah
KEKURANGAN
dapat menimbulkan polusi berupa gas NOx atau SOx, tidak dapat menangani sampah berbahaya plastik dengan kandungan klor
peralatan yang besar diperlukan, banyak energi yang hilang dalam proses gasifikasi, produk harus diolah kembali sebelum dapat dipakai
butuh peralatan besar, penyediaan atmosfer pirolisis (miskin oksigen) memerlukan biaya
bau masih tercium, tidak dapat dijadikan energi secara langsung
bahaya longsor, bahaya pencemaran udara dan sungai, bahaya kebocorann landfill
o : organik; k : kertas; l : logam; g : gelas; p : plastik
Kesimpulan
Dalam hal kesederhanaan proses dan kemampuan untuk menampung seluruh jenis sampah, landfill adalah cara paling mudah untuk digunakan, akan tetapi bahaya yang tersimpan dalam penggunaan landfill cukup besar, sehingga sedapat mungkin pengolahan sampah dengan cara landfill hanya diterapkan untuk sampah-sampah yang tidak dapat diutilisasi atau didaur ulang seprti bahan kimia berbahaya atau logam yang telah usang. Untuk mengurangi volume sampah yang masuk ke landfill, teknologi kompos yang diterapkan di rumah akan sangat membantu, terutama dalam pengurangan jumlah sampah yang sangat mudah membusuk seperti sisa makanan atau daun basah. Daun kering dan kertas dapat dikirim ke insenerator untuk dimanfaatkan energi pembakarannya sebagai pembangkit listrik, tetapi harus dipastikan agar sistem pembersihan flue gas harus baik agar tidak menimbulkan pencemaran. Sampah organik dalam skala besar seperti gabah, sisa tangkai tebu, dan plastik, dapat dikirim ke proses pirolisis dan gasifikasi, sedangkan gelas dan logam dapat didaur ulang kembali.
Dimas Ramadhan Abdillah Fikri
Laboratorium Teknik Reaksi Kimia, Departemen Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung
Ohtaguchi Laboratory, Department of Chemical Engineering, Tokyo Institute of Technology